Minggu, 04 Desember 2011

INTERAKSI OBAT


Interaksi obat merupakan suatu faktor yang dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap pengobatan. Obat dapat berinteraksi dengan makanan atau minuman, zat kimia atau dengan obat lain. Dikatakan terjadi interaksi apabila makanan, minuman, zat kimia, dan obat lain tersebut mengubah efek dari suatu obat yang diberikan bersamaan atau hampir bersamaan (Ganiswara, 2000). Beberapa obat sering diberikan secara bersamaan pada penulisan resep, maka mungkin terdapat obat yang kerjanya berlawanan. Obat pertama dapat memperkuat atau memperlemah, memperpanjang atau memperpendek kerja obat kedua. Interaksi obat harus lebih diperhatikan, karena interaksi obat pada terapi obat dapat menyebabkan kasus yang parah dan tingkat kerusakan-kerusakan pada pasien, dengan demikian jumlah dan tingkat keparahan kasus terjadinya interaksi obat dapat dikurangi (Mutschler, 1991).
Kejadian interaksi obat yang mungkin terjadi diperkirakan berkisar antara 2,2% sampai 30% dalam penelitian pasien rawat inap di rumah sakit, dan berkisar antara 9,2% sampai 70,3% pada pasien di masyarakat. Kemungkinan tersebut sampai 11,1% pasien yang benar-benar mengalami gejala yang diakibatkan olehinteraksi obat (Fradgley, 2003).
Oleh karena itu sangat penting bagi kita untuk mempelajari interkasi obat, dengan mempelajari interaksi obat diharapkan dapat meminilasir kesalahan pengobatan.
 
Definisi interaksi obat

Interaksi obat dapat didefinisikan sebagai modifikasi efek satu obat akibat obat lain yang diberikan pada awalnya atau diberikan bersamaan, atau bila dua atau lebih obat berinteraksi sedemikian rupa sehingga keefektifan atau toksisitas satu atau lebih akan berubah (Fradgley, 2003).
Di dalam tubuh obat mengalami berbagai macam proses hingga akhirnya obat di keluarkan lagi dari tubuh. Proses-proses tersebut meliputi, absorpsi, distribusi, metabolisme (biotransformasi), dan eliminasi. Dalam proses tersebut, bila berbagai macam obat diberikan secara bersamaan dapat menimbulkan suatu interaksi. Selain itu, obat juga dapat berinteraksi dengan zat makanan yang dikonsumsi bersamaan dengan obat.
Interaksi yang terjadi di dalam tubuh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu interaksi farmakodinamik dan interaksi farmakokinetik. Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antar obat (yang diberikan bersamaan) yang bekerja pada reseptor yang sama sehingga menimbulkan efek sinergis atau antagonis. Interaksi farmakokinetik adalah interaksi antar 2 atau lebih obat yang diberikan bersamaan dan saling mempengaruhi dalam proses ADME (absorpsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi) sehingga dapat meningkatkan atau menurunkan salah satu kadar obat dalam darah. 
Interaksi obat dengan makanan
Interaksi antara obat & makanan dapat terjadi ketika makanan yang kita makan mempengaruhi obat yang sedang kita gunakan, sehingga mempengaruhi efek obat tersebut. Interaksi antara obat & makanan dapat terjadi baik untuk obat resep dokter maupun obat yang dibeli bebas, seperti obat antasida, vitamin dll.

Kadang-kadang apabila kita minum obat berbarengan dengan makanan, maka dapat mempengaruhi efektifitas obat dibandingkan apabila diminum dalam keadaan perut kosong. Selain itu konsumsi secara bersamaan antara vitamin atau suplemen herbal dengan obat juga dapat menyebabkan terjadinya efek samping.
  • >> Beberapa contoh interaksi obat dan makanan

Tidak semua obat berinteraksi dengan makanan. Namun, banyak obat-obatan yang dipengaruhi oleh makanan tertentu dan waktu Anda memakannya. Berikut adalah beberapa contohnya:
  • Jus jeruk menghambat enzim yang terlibat dalam metabolisme obat sehingga mengintensifkan pengaruh obat-obatan tertentu. Peningkatan pengaruh obat mungkin kelihatannya baik, padahal tidak. Jika obat diserap lebih dari yang diharapkan, obat tersebut akan memiliki efek berlebihan. Misalnya, obat untuk membantu mengurangi tekanan darah bisa menurunkan tekanan darah terlalu jauh. Konsumsi jus jeruk pada saat yang sama dengan obat penurun kolesterol juga meningkatkan penyerapan bahan aktifnya dan menyebabkan kerusakan otot yang parah. Jeruk yang dimakan secara bersamaan dengan obat anti-inflamasi atau aspirin juga dapat memicu rasa panas dan asam di perut.
  • Kalsium atau makanan yang mengandung kalsium, seperti susu dan produk susu lainnya dapat mengurangi penyerapan tetrasiklin.
  • Makanan yang kaya vitamin K (kubis, brokoli, bayam, alpukat, selada) harus dibatasi konsumsinya jika sedang mendapatkan terapi antikoagulan (misalnya warfarin), untuk mengencerkan darah. Sayuran itu mengurangi efektivitas pengobatan dan meningkatkan risiko  trombosis (pembekuan darah).
  • Kafein meningkatkan risiko overdosis antibiotik tertentu (enoxacin, ciprofloxacin, norfloksasin).Untuk menghindari keluhan palpitasi, tremor, berkeringat atau halusinasi, yang terbaik adalah menghindari minum kopi, teh atau soda pada masa pengobatan.

Interaksi obat dengan obat

Interaksi Famakokinetik
1. Interaksi pada proses absorpsi
Interaksi dala absorbs di saluran cerna dapat disebabkan karena
a. Interaksi langsung yaitu terjadi reaksi/pembentukan senyawa kompleks antar senyawa obat yang mengakibatkan salah satu atau semuanya dari macam obat mengalami penurunan kecepatan absorpsi.
Contoh: interaksi tetrasiklin dengan ion Ca2+, Mg2+, Al2+ dalam antasid yang menyebabkan jumlah absorpsi keduanya turun.
b. Perubahan pH
Interaksi dapat terjadi akibat perubahan harga pH oleh obat pertama, sehingga menaikkan atau menurukan absorpsi obat kedua.
Contoh: pemberian antasid bersama penisilin G dapat meningkatkan jumlah absorpsi penisilin G
c. Motilitas saluran cerna
Pemberian obat-obat yang dapat mempengaruhi motilitas saluan cerna dapat mempegaruhi absorpsi obat lain yang diminum bersamaan.
Contoh: antikolinergik yang diberikan bersamaan dengan parasetamol dapat memperlambat parasetamol.
2. Interaksi pada proses distribusi
Di dalam darah senyawa obat berinteraksi dengan protein plasma. Seyawa yang asam akan berikatan dengan albumin dan yang basa akan berikatan dengan α1-glikoprotein. Jika 2 obat atau lebih diberikan maka dalam darah akan bersaing untuk berikatan dengan protein plasma,sehingga proses distribusi terganggu (terjadi peingkatan salah satu distribusi obat kejaringan).
Contoh: pemberian klorpropamid dengan fenilbutazon, akan meningkatkan distribusi klorpropamid.
3. Interaksi pada proses metabolisme
a. Hambatan metabolisme
Pemberian suatu obat bersamaan dengan obat lain yang enzim pemetabolismenya sama dapat terjadi gangguan metabolisme yang dapat menaikkan kadar salah satu obat dalam plasma, sehingga meningkatkan efeknya atau toksisitasnya.
Cotoh: pemberian S-warfarin bersamaan dengan fenilbutazon dapat menyebabkan mengkitnya kadar Swarfarin dan terjadi pendarahan.
b. Inductor enzim
Pemberian suatu obat bersamaan dengan obat lain yang enzim pemetabolismenya sama dapat terjadi gangguan metabolisme yang dapat menurunkan kadar obat dalam plasma, sehingga menurunkan efeknya atau toksisitasnya.
Contoh: pemberian estradiol bersamaan denagn rifampisin akan menyebabkan kadar estradiol menurun dan efektifitas kontrasepsi oral estradiol menurun.
4. Interaksi pada proses eliminasi
a. Gangguan ekskresi ginjal akibat kerusakan ginjal oleh obat
jika suatu obat yang ekskresinya melalui ginjal diberikan bersamaan obat-obat yang dapat merusak ginjal, maka akan terjadi akumulasi obat tersebut yang dapat menimbulkan efek toksik.
Contoh: digoksin diberikan bersamaan dengan obat yang dapat merusak ginjal (aminoglikosida, siklosporin) mengakibatkan kadar digoksin naik sehingga timbul efek toksik.
b. Kompetisi untuk sekresi aktif di tubulus ginjal
Jika di tubulus ginjal terjadi kompetisi antara obat dan metabolit obat untuk sistem trasport aktif yangsama dapat menyebabkan hambatan sekresi.
Contoh: jika penisilin diberikan bersamaan probenesid maka akan menyebabkan klirens penisilin turun, sehingga kerja penisilin lebih panjang.
c. Perubahan pH urin
Bila terjadi perubahan pH urin maka akan menyebabkan perubahan klirens ginjal. Jika harga pH urin naik akan meningkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat asam lemah, sedangkan jika harga pH turun akan meningkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat basa lemah.
Contoh: pemberian pseudoefedrin (obat basa lemah) diberikan bersamaan ammonium klorida maka akan meningkatkan ekskersi pseudoefedrin. Terjadi ammonium klorida akan mengasamkan urin sehingga terjadi peningkatan ionisasi pseudorfedrin dan eliminasi dari pseudoefedrin juga meningkat.

Pasien yang Rentan Terhadap Interaksi Obat

Efek dan tingkat keparahan interaksi obat dapat bervariasi antara pasien yang satu de ngan yang lain. Berbagai faktor dapat mempengaruhi kerentanan pasien terhadap interaksi obat, antara lain yaitu:
1). Pasien lanjut usia
2). Orang yang minum lebih dari satu macam obat
3). Pasien yang mempunyai gangguan fungsi ginjal dan hati
4). Pasien dengan penyakit akut
5). Pasien dengan penyakit yang tidak stabil
6). Pasien yang memiliki karakteristik genetik tertentu
7). Pasien yang dirawat oleh lebih dari satu dokter (Fradgley, 2003).

Reaksi yang merugikan dan interaksi obat yang terjadi pada pasien lanjut usia adalah tiga sampai tujuh kali lebih banyak daripada mereka yang berusia pertengahan dan dewasa muda. Pasien lanjut usia menggunakan banyak obat karena penyakit kronis dan banyaknya penyakit mereka, oleh karena itu mereka mudah mengalami reaksi dan interaksi yang merugikan (Kee dan Hayes, 1996).
  
---->>>Reaksi yang merugikan dan interaksi obat yang terjadi pada pasien lanjut usia lebih tinggi karena beberapa sebab, yaitu:
1). Pasien lanjut usia menggunakan banyak obat karena penyakit kronik dan
     banyaknya penyakit mereka.
2). Banyak dari pasien lanjut usia melakukan pengobatan diri sendiri dengan obat
bebas, memakai obat yang diresepkan untuk masalah kesehatan yang lain, menggunakan obat yang diberikan oleh beberapa dokter, menggunakan obat yang diresepkan untuk orang lain, dan tentunya proses penuaan fisiologis yang
terus berjalan.
3). Perubahan-perubahan fisiologis yang berkaitan dengan proses penuaan seperti
pada sistem gastrointestinal, jantung dan sirkulasi, hati dan ginjal dan perubahan ini mempengaruhi respon farmakologik terhadap terapi obat.

 Penatalaksanaan Interaksi Obat

Langkah pertama dalam penatalaksanaan interaksi obat adalah waspada terhadap pasien yang memperoleh obat-obatan yang mungkin dapat berinteraksi dengan obat lain. Langkah berikutnya adalah memberitahu dokter dan mendiskusikan berbagai langkah yang dapat diambil untuk meminimalkan berbagai efek samping obat yang mungkin terjadi. Strategi dalam penataan obat ini meliputi :

1.      Menghindari kombinasi obat yang berinteraksi.
Jika risiko interaksi obat lebih besar daripada manfaatnya, maka harus
dipertimbangkan untuk memakai obat pengganti.
2.       Menyesuaikan dosis
Jika hasil interaksi obat meningkatkan atau mengurangi efek obat, maka perlu dilaksanakan modifikasi dosis salah satu atau kedua obat untuk mengimbangi kenaikan atau penurunan efek obat tersebut.
3.       Memantau pasien
Jika kombinasi obat yang saling berinteraksi diberikan, pemantauan
diperlukan.
4.      Melanjutkan pengobatan seperti sebelumnya
Jika interaksi obat tidak bermakna klinis, atau jika kombinasi obat yang berinteraksi tersebut merupakan pengobatan yang optimal, pengobatan pasien dapat diteruskan tanpa perubahan (Fradgley, 2003).

Level Signifikansi Klinis dalam Interaksi Obat

Menurut Hansten dan Horn (2002) signifikansi klinis dibuat dengan mempertimbangkan kemungkinan bagi pasien dan tingkat dokumentasi yang tersedia. Setiap interaksi telah ditandai dengan salah satu dari tiga kelas, yaitu: Mayor, Moderat, atau Minor. Sistem klasifikasi tersebut telah disesuaikan dengan banyak provider lain dari informasi interaksi obat. Pengetahuan signifikansi klinis dari suatu interaksi hanya menyediakan sedikit informasi untuk memilih strategi manajemen yang tepat untuk pasien khusus. Interaksi obat ditandai dengan salah satu dari tiga kelas berdasarkan interevensi yuang dibutuhkan untuk meminimalisasi risiko dari interaksi. Interaksi ditandai berdasarkan nomer signifikansi sebagai berikut:

1. Interaksi kelas 1
Sebaiknya kombinasi ini dihindari, karena lebih banyak risikonya
dibandingkan keuntungannya.
2. Interaksi kelas 2
Biasanya kombinasi ini dihindari, sebaiknya penggunaan kombinasi
tersebut hanya pada keadaan khusus.
3. Interaksi kelas 3
Interaksi kelas 3 ini risikonya minimal, untuk itu perlu diambil tindaka n
yang dibutuhkan untuk mengurangi risiko.
 

Konsekuensi dari interaksi obat.

Interaksi obat dapat mengakibatkan peningkatan atau penurunan yang bermanfaat atau efek merugikan yang diberikan obat-obatan. Bila interaksi obat meningkatkan manfaat dari administratif obat tanpa meningkatkan efek samping, kedua obat dapat digabungkan untuk meningkatkan kontrol terhadap kondisi yang sedang dirawat. Misalnya, obat-obatan yang mengurangi tekanan darah oleh berbagai mekanisme yang berbeda dapat digabungkan karena efek menurunkan tekanan darah dicapai oleh kedua obat-obatan mungkin akan lebih baik dibandingkan dengan obat itu sendiri. Penyerapan beberapa jenis obat meningkat oleh makanan. Oleh karena itu, obat ini diambil dengan makanan dalam rangka untuk meningkatkan konsentrasi mereka didalam tubuh dan, pada akhirnya, mereka berpengaruh. Sebaliknya, bila penyerapan obat-obatan berkurang oleh makanan, maka obat diambil pada waktu perut kosong.
            Interaksi obat yang paling banyak dikuatirkan adalah yang mengurangi dari efek yang diinginkan atau meningkatkan efek merugikan dari obat itu sendiri. Obat yang mengurangi penyerapan atau meningkatkan metabolisme atau penghapusan obat lainnya cenderung mengurangi efek dari obat yang lain. Hal ini dapat mengakibatkan kegagalan terapi atau memerlukan peningkatan dosis obat agar berpengaruh. Sebaliknya, obat-obatan yang meningkatkan penyerapan atau mengurangi eliminasi atau metabolisme obat lain yang meningkatkan konsentrasi obat-obatan lain di dalam tubuh dan menyebabkan lebih banyak efek samping. Terkadang, obat berinteraksi karena mereka menghasilkan efek samping yang serupa. Oleh karena itu, bila kedua obat yang menghasilkan efek samping yang sama digabungkan, frekuensi dan kerasnya dari efek samping yang meningkat.


>> Interaksi obat dan tembakau/rokok <<
Bahwa merokok mempengaruhi metabolisme obat sudah lama diketahui. Mekanisme utama dari interaksi ini ialah biotransformasi obat dipercepat kerana terjadi induksi dari mikrosomal enzim di hepar yang disebabkan oleh zat-zat yang ada pada asap rokok.bagaimana presismekanisme ini belum dapat ditentukan.interkasi obat dengan tembakau/rokok ini mengakibatkan penurunan obat dalam plasma. Dari tabel I di bawah yang paling penting secara klinis ialah efek terhadap pil keluwarga berencana (Pil KB) dan oestrogen lainya, juga efek terhadap Theopyllin dapat tergagu.

1.      Oestrogen-tembakau/rokok
Studi epidemiologis menujukan bahwa efek kardivaskuler seperti “stroke”, infark miokordial dan thromboembolisme yang dikaitkan dengan penggunaan konstrasepsi oral (pil KB) jauh lebih besar pada seorang perokok daripada bukan perokok. Resikok ini meningkatdengan unsure serta jumlah rokok yang diihisp seharinya. Mekanisme pasti dari interaksi ini masih kurang  jelas. Bagaimanapun, wanita yang sedang ber_KB dengan Pil KB, seharusnya tidak merokok kerana asap rokok dapat mengurangi kada Oestrogen dalam darah. Dan kalau wanita ini tidak mau menghentikan rokoknya, maka dia harus memakai cara kontrasepsi yang lain, misalnya kondom.

2.       Theophyllin-tembakau/rokok
Merokok secara signifikasi merupakan farmakokinetik Theophyllin. Rokok merasang biotransformasi Theophyllia di hepra dan mengakibatkan peningkatan kliners Theophyllin, sehigga waktu paruh  (t1/2) Theophyllin menjadi lebih singkat dan kadar dalam darah lebih rendah. Seorang perokok berat samapai memelukan theophyllin dalam dosis dua kali lipat dari dosis lazim.

Tabel I. Efek obat-obat yang dipengaruhi oleh asap rokok

-          Anidepresan trisklik
(Amitriptylin, Desipramine, Imipramine, Nortriptylin).
-          Antidiabetika oral
-          Benzodiazepines (Diazepam, Chlorodiazepoxid)
-          Cholorpromazine
-          Kontraseptif oral (pil KB0
-          Oestrogen
-          Heperain
-          Lidocaine
-          Pentazocine
-          Propaxyphene
-          Propanol
-          theophyllin
 SARAN BAGI PEMBACA:

Saran yang bisa saya berikan pada para pembaca posting Interaksi obat ini tidak banyak, yang penting dalam memilih obat harus diperhatikan betul interaksinya baik-baik. Dengan memperhatikan interaksi obat yang akan terjadi jika digunakan, ini dapat dilihat dari indikasi dan kontrak indikasi karena cara ini cukup mudah dan bisa digunakan di lapangan.

Setiap obat pasti memiliki interaksi pada obat lain maupun makanan, hal ini tidak bisa di hilangkan karena akan saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Bisa di anologikan secara sederhan suatu interaksi obat dengan matematis contoh 1+1= 2 jika suatau obat di berikan bersamaan dan memiliki khasiat yang sama makan akan memperkuat efek yang dinginkan.

Tidak bisa di pungkiri dalam mengunaka obat pasti akan terjadi interaksi obat, tapi hal ini tidak boleh membuat kita takut. dengan adanya interaksi obat ini maka kita dapat merancang/memformulisasikan obat agar di dapatkan manfaat yang maksimal(khasiat). Intinya dengan adanya interaksi obat ini kita jangan takut malah ini bisa digunakan untuk penyembuhan.


Literatur saya ambil dari beberapa sumber media onlaind dan beberapa buku di antaranya :


http://www.untukku.com/artikel-untukku/interaksi-obat-apa-yang-patut-anda-ketahui-untukku.html

http://pio.farmasi.ui.ac.id/interaksiobat.php

http://www.faikshare.com/2010/08/interaksi-obat-dan-makanan.html

Maaf jika ada yang belum saya masukan dalam daftar literatur yang saya gunakan dalam posting kalih ini.
Akan saya tambahi literaturnya nanti, maaf karena saya sedikit lupa.

 
Sumber bacaan :
- Melader A, Dabielson K, Schereten B, et al. Enhancement by food of Canrenone biovailability form spironolactone. Clin Pharmacol Ther 199; 22:100-103. 
- Jung D. Clinical Pharmacokinetics. Moduls Yogyakarta 1985.
Dan masih banyak lagi sumber bacaan yang ada untuk menambah pemahan kita.

Selasa, 25 Oktober 2011

Alergi


 Secara umum yang dimaksud alergi secara medis adalah adanya penolakan tubuh atas masuknya zat asing ke dalam tubuh. Penolakan ini mengakibatkan adanya perubahan pada tubuh yang menandakan reaksi penolakan biasanya berupa mual, muntah maupun gatal-gatal. Pada kasus yang sangat serius alergi dapat menimbulkan hilangnya keseimbangan kerja organ tubuh dan dapat mengakibatkan resiko yang lebih fatal.
Reaksi alergi suatu respon imun yang berlebihan dengan derajat bevariasi mulai dari yang ringan samapai berat terhadap subsanti tertentu yang dalam keadaan normal sebenarnya tidak membahayakan. Reaksi alergi bersifat individual, artinya subtansi yang menyebabkan alergi untuk individu belum tentu sama dengan penyebab alergi individu yang lain.
Penyebab Alergi
Zat yang menimbulkan reaksi alergi atau yang biasa disebut dengan alergen dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran nafas, saluran cerna, suntikan atau menempel pada kulit. Contohnya : tungau (atau dust mite, sejenis kutu pada debu rumah), spora jamur, bulu kucing, kecoak, susu, kerang, telur, kacang, ikan laut, kosmetik dan logam seperti perhiasan dan jam tangan, vaksin, obat injeksi, dll.

Pencetus Alergi 
Timbulnya gejala alergi bukan saja dipengaruhi oleh penyebab alergi, tapi juga dipengaruhi oleh pencetus alergi. Beberapa hal yang menyulut atau mencetuskan timbulnya alergi disebut faktor pencetus. Faktor pencetus tersebut dapat berupa faktor fisik seperti dingin, panas atau hujan, kelelahan, aktifitas berlebihan tertawa, menangis, berlari,olahraga. Faktor psikis berupa kecemasan, sedih, stress atau ketakutan.
  • Faktor hormonal juga memicu terjadinya alergi pada orang dewasa. Faktor gangguan kesimbangan hormonal itu berpengaruh sebagai pemicu alergi biasanya terjadi saat kehamilan dan menstruasi. Sehingga banyak ibu hamil mengeluh batuk lama, gatal-gatal dan asma terjadi terus menerus selama kehamilan. Demikian juga saat mentruasi seringkali seorang wanita mengeluh sakit kepala, nyeri perut dan sebagainya.
  • Faktor pencetus sebetulnya bukan penyebab  serangan alergi, tetapi menyulut terjadinya serangan alergi. Bila mengkonsumsi makanan penyebab alergi disertai dengan adanya pencetus  maka  keluhan atau gejala alergi  yang timbul jadi lebih berat. Tetapi bila tidak mengkonsumsi makana penyebab alergi meskipun terdapat pencetus, keluhan alergi tidak akan muncul. Pencetus alergi tidak akan berarti bila penyebab alergi makanan dikendalikan.
  • Hal ini yang dapat menjelaskan kenapa suatu ketika meskipun dingin, kehujanan,  kelelahan atau aktifitas berlebihan  seorang penderita asma tidak kambuh. Karena saat itu penderita tersebut sementara terhindar dari penyebab alergi seperti makanan, debu dan sebagainya. Namun bila mengkonsumsi makanan penyebab alergi bila terkena dingin atau terkena pencetus lainnya keluhan alergi yang timbul lebih berat. Jadi pendapat tentang adanya alergi dingin mungkin keliru.