2.8 Anatomi mata
2.5.1
Bola mata
Umumnya mata dilukisakan sebagai bola, tetapi sebetulnya
lonjong dan bukan bulta seperti bola. Bola mata mempunyai garis menengah
kira-kira 21/2 sentimeter, baian depanya bening, serta
dari tiga lapisan:
a.
lapisan
luar, firbus, yang merupakan lapisan penyangga.
b.
Lapisan
tengah,yang merupakan lapisan penyangga.
c.
Lapisan
dalam, lapisan saraf.
Ada enam otot penggerak mata, empat dari enam antarnya
lurus, sementara dua lainya agak serong. Otot-otot itu terletak sebelah dalam
orbital, dan bergerak dari dinding tulang orbital untuk dikaitkan pada
pembungkus sklerotik mata sebelah belakang kornea. Otot-otot lurus terdiri dari
otot rektus mata superior, inferior, medial, dan lateral. Otot-otot ini
menggerakan mata ke atas, ke bawah, kedalam dan ke sisi luar bergantian.
Otot-otot oblik adalah otot inferior dan superior. Otot
oblik superior menggerakan mata ke bawah dan juga ke sisi luar. Mata bergerak
serentak, dalam arti kedua mata bergerak bersamaan ke kanan atau ke kiri, ke
atas atau ke bawah, dan seterusnya. Serabut-serabut saraf yang melayani
otot-otot ini adalah nervis motores okuli, yaitu saraf kranial ketiga keempat
dan keenam.
Retina adalah laipsan
sarafi pada mata, yang terdiri dari sejumlah lapisan serabu, yaitu sel-sel
saraf, batang-batang dan kerucut. Semuanya termasuk dalam kontruksi retina,
yang merupakan jaringansaraf halus yang menghantarkan implus saraf dari luar
menuju diskus optik, yang merupakan titik dimana saraf optik meninggalkan biji
mata. Titik ini disebut bintik buta, oleh karena tidak mempuyai retina. Bagian
yang paling peka pada retina adalah makula, yang terletak tepat external
terhadap diskus optik. Persis berhadapan dengan pusat pupil.
Jika kita teliti biji mata mulai bagian dari depan hingga
ke belakang, maka akan terlihat bagian-bagian berikut:
Kornea, yang merupakan
bagian depan yang transparan dan bersambung dengan sklera yang putih dan tidak
tembus cahaya. Kornea terdiri atas beberapa lapisan. Lapisan tepi adalah
epitelium berlapis yang bersambung dengan konjunktiva.
Bilik anterior (kamera okuli
anterior), yang terletak antara kornea dan iris.
Iris adalah tirai berwarna di depan lensa yang bersambung
dengan selaput khoroid. Iris berisi dua kelompok serabut otot tak sadar atau
otot polos-kelompok yang satu mengecilkan ukuran ukuranpupil, sementara
kelompok yang lain melebarkan ukuran pupil itu.
Pupil, bintik tengah yang berwarna
hitam, yang merupakn celah dalam iris, melalui mana cahay masuk guna mencapai
retina.
Bilik posterior (kamera okuli
posterior) terletak diantara iris dan lensa. Baik bilik anterior, maupun bilik
posterior diisi dengan aqueus humor.
2.5.2
Bagian-bagian mata
Alis. Alis
adalah dua potong kulit tebal melengkung yang ditumbuhi bulu. Alis dikaitkan
pada otot – otot sebelah bawahnya, serta berfungsi melindungi mata dari sinar
matahari yang kelewat terik.
Kelopak mata. Kelopak
mata merupakan dua lempengan, yaitu lempeng tarsal yang terdiri dari jaringan
fibrus yang sangat padat, serta dilapisi kulit dan dibatasi konjuktiva.
Jaringan di bawah kulit ini tidak mengandung lemak. Kelopak mata atas lebih
besar daripada kelopak mata bawah, serta digerakkan ke atas oleh otot levator
palpebrae. Kelopak – kelopak itu ditutup oleh otot – otot melingkar, yaitu
muskulus orbikularis okuli. Bulu mata dikaitkan pada pinggiran kelopak mata,
serta melindungi mata dari debu dan cahaya.
Fungsi refraksi mata. Sebagaimana
telah diuraikan di atas, berkas – berkas cahaya yang jatuh di atas mata akan
menimbulkan bayangan yang telah difokuskan pada retina. Bayangan itu menembus
dan diubah oleh kornea, lensa, badan – badan aqueus dan viterus. Kendati
demikian, lensa merupakan alat utama yang membiaskan cahaya, lantas memfokuskan
bayangannya pada retina. Pada mata normal, berkas – berkas ini bersatu untuk
menangkap sebuah titik pada retina,
sebagaimana dilukiskan pada gambar 230, dan pada titik itulah bayangan
difokuskan.
Secara Klinik kelainan
refraksi adalah akibat kerusakan pada akomodasi visuil, entah itu sebagai
akibat perubahan biji mata, maupun kelainan pada lensa. Pada Hipermetropia atau
rabun jauh, ukuran mata, atau lebarnya mata dari belakang sampai ke depan
adalah pendek atau kecil, sehingga lensa memfokuskan bayangan di belakang retina, sementara pada miopin atau rabun
dekat, ukuran biji mata dari belakang ke depan melebihi ukuran yang normal,
sehingga lensa memfokuskan bayangan di depan retina.
2.6
Farmakologi Pilokarpin
Alkaloida ini terdapat pada daun tanaman
Amerika, Pilocarpus jaborandi. Khasiatnya terutama berkhasiat muskarin, efek
nikotinnya ringan sekali. SSP permulaan distimulasi, kemudian ditekan
aktivitasnya. Penggunaan utamanya adalah sebagai miotikum pada glaucoma. Efek
miotisnya ( dalam tetes mata ) dimulai sesudah 10-30 menit dan bertahan 4-8 jam. Toleransi dapat terjadi setelah digunakan
untuk waktu lama yang dapat ditanggulangi dengan jalan menggunakan kolinergika
lainnya untuk beberapa waktu, misalnya karbachol
atau neostigmin. Dosis pilokarpin
pada glaukoma 2 sampai 4 kali sehari 1 sampai 2 tetes larutan 1-2 % ( klorida,
nitrat ). Pilokarpin bekerja langsung terhadap organ-organ ujung dengan kerja
utama yang mirip muskarin dari asetilkolin ( ACh ). Semuanya adalah zat-zat
ammonium kwartener yang bersifat hidrofil dan sukar memasuki system saraf pusat ( Tan Hoan Tjay,
2002).
2.7 Istilah-istilah
1. Osmosis
Osmosis adalah proses perpindahan pelarut
dari larutan yang memiliki konsentrasi rendah atau pelarut murni melalui membran semipermeabel menuju larutan
yang memiliki konsentrasi lebih
tinggi hingga tercapai kesetimbangan laju pelarut. Pada proses osmosis,
molekul-molekul pelarut bermigrasi dari larutan encer ke larutan yang lebih
pekat hingga dicapai keadaan kesetimbangan laju perpindahan pelarut di antara
kedua medium itu.
2.
Isotonis
Jika suatu larutan
kosentrasinya sama besar dengan kosentrasi dalam sel darah merah, sehingga
tidak akan terjadi pertukaran cairan di antara keduanya, maka larutan dikatakan
isotonis 9ekuivalen dengan larutan 0,095 NaCl)
3.
Isoosmotik
Jika suatu larutan
memiliki tekanan osmose sama dengan tekanan osmose serum darah, maka larutan
dikatakan ioosmotik (0,95 naCl, 154 mmol Na + dan 154 mmol cl-per liter 308
mmol per liter, tek osmoses 6,860. Pengukuran mengunakan alat osmoter dengan
kadar mol zat per liter larutan.
1.
Hipotonis
Turunan titik beku
kecil, yaitu tekanan osmosenya lebih rendah dari serum, sehingga menyebabkan
air akan melintasi membran sel darah merah yang semipermeabel memperbesar
volume sel darah merah dan menyebabkan peningkatan tekanan dalam sel. Tekanan
yang lebih besar menyebabkan pecahnya sel-sel darah merah. Pristiwa demikian
disebut Hemolisa.
2.
Hipertonis
Turunya titik beku
besar, yaitu tekanan osmosenya lebih tinggi dari serum darah, sehingga
menyebabkan air keluar dari sel darah merah melitasi membran semipermiabel dan
mengakibatkan terjadinya penciutan sel-sel darah merah. Peristiwa demikian
disebut Plasmosila.
2.8 Cara Pembuatan
Cara pembuatan bila tidak dinyatakan lain
dilakukan dengan salahsatu cara seperti berikut :
a. Cara 1
a. Cara 1
Obat dilarutkan ke dalam cairan pembawa yang
mengandung salahsatu zat pengawet yang cocok dan larutan dijernihkan dengan
penyaringan. Kemudian dimasukkan ke dalam wadah dan ditutup kemudian
disterilkan dengan uap air pada suhu 115 OC sampai 116 OC selama 30 menit dalam
autoklaf.
b. Cara 2
b. Cara 2
Obat
dilarutkan ke dalam cairan pembawa berair yang mengandung zat pengawet yang
cocok dan disterilkan dengan cara C, yaitu disterilkan dengan penyaringan
melalui penyaring bakteri steril, lalu dimasukkan ke dalam wadah akhir yang
streil dan ditimbang secara aseptik.
d. Cara 3
Obat
dilarutkan ke dalam cairan pembawa berair yang mengandung zat pengawet yang
cocok, lalu disaring dan dimasukkan ke dalam wadah tertutup rapat dan
disterilkan dengan cara B, yaitu disterilkan dengan pemanasan dengan
bakterisida. Untuk wadah yang lebih dari 30 ml, sterilisasi diperpanjang,
hingga seluruh isi tiap wadah mencapai suhu 98OC sampai 100OC.
Penyimpanan obat tetes mata dilakukan dalam wadah kaca atau plastik tertutup kedap, volume 10 ml dan dilengkapi dengan penetes. Sediaan tetes mata harus diberi etiket yang tertera “ Tidak boleh digunakan lebih dari 1 bulan setelah tutup dibuka “ ( Anief, 2000 ).
Penyimpanan obat tetes mata dilakukan dalam wadah kaca atau plastik tertutup kedap, volume 10 ml dan dilengkapi dengan penetes. Sediaan tetes mata harus diberi etiket yang tertera “ Tidak boleh digunakan lebih dari 1 bulan setelah tutup dibuka “ ( Anief, 2000 ).
2.9 Evauasi Sedian
1. Kejernihan Larutan (FI IV, <881>)
Lakukan penetapan menggunakan tabung reaksi alas datar diameter 15 mm hingga 25 mm, tidak berwarna, transparan, dan terbuat dari kaca netral.
Prosedur kerja:
1. Masukkan ke dalam 2
tabung reaksi, masing-masing larutan zat uji dan suspensi padanan yang sesuai secukupnya, yang dibuat segar sehingga volume larutan dalam tabung reaksi terisi setinggi tepat 40 mm.
2. Bandingkan
kedua isi tabung setelah 5
menit pembuatan
Suspensi
padanan, dengan latar belakang hitam.
3. Pengamatan dilakukan di
bawah cahaya yang terdifusi, tegak lurus ke arah bawah tabung. Difusi cahaya harus
sedemikian rupa sehingga Suspensi padanan I dapat langsung dibedakan dari air dan dari suspensi padanan II.
Pembuatan Baku Opalesen:
1.
Larutkan 1 g hidrazina sulfat P dalam air secukupnya hingga 100 ml, biarkan selama 4 jam hingga 6 jam.
2.
Pada 25 ml larutan
ini tambahkan larutan 2,5 g heksamina P dalam 25 ml air. Campur dan
biarkan selama
24 jam. Suspensi
ini stabil selama
2 bulan jika disimpan dalam
wadah kaca yang bebas dari cacat
permukaan. Suspensi tidak boleh menempel pada kaca dan harus dicampur dengan baik sebelum digunakan.
Untuk membuat Baku opalesen, encerkan
15 ml suspensi dengan air hingga 1000 ml. Suspensi harus digunakan dalam waktu 24 jam setelah pembuatan.
Pembuatan Suspensi padanan:
Suspensi padanan I – IV dibuat dengan cara seperti yang tertera
pada Tabel. Masing-masing suspensi harus tercampur baik dan dikocok sebelum digunakan.
Suspensi padanan
I II III IV
Baku opalesen (ml) 5 10 30 50
Air (ml) 95 90 70 50
Pernyataan kejernihan dan derajat opalesen
Suatu cairan dinyatakan jernih
jika kejernihannya sama dengan air
atau pelarut
yang digunakan bila diamati di bawah
kondisi seperti tersebut di atas atau jika opalesensinya tidak lebih nyata dari Suspensi padanan I.
Persyaratan untuk derajat opalesensi dinyatakan dalam Suspensi padanan
I, Suspensi padanan II, dan Suspensi padanan III.
2. Volume Terpindahkan (FI IV, <1261>)
Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang
dari 30 wadah, dan selanjutnya ikuti prosedur berikut untuk bentuk sediaan tersebut. Kocok
isi dari 10 wadah satu persatu.
Prosedur:
Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke
dalam gelas ukur kering
terpisah dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari
dua setengah kali
volume yang diukur dan telah dikalibrasi, secara hati-hati untuk menghindarkan pembentukkan gelembung
udaa pada waktu penuangan dan diamkan selama tidak lebih dari 30
menit.
Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran:
volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100%, dan
tidak satupun volume wadah yang kurang dari 95 % dari volume yang dinyatakan pada etiket. Jika A adalah volume rata-rata kurang dari 100% dari yang tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satu wadahpun volumenya kurang dari 95% dari volume yang tertera
pada etiket, atau B tidak lebih dari satu wadah volume kurang dari 95%, tetapi tidak kurang dari 90% dari volume
yang tertera pada etiket, lakukan pengujian
terdadap
20 wadah tambahan. Volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100% dari volume yang tertera pada etiket, dan tidak lebih dari satu dari 30 wadah volume kurang dari 95%, tetapi tidak kurang dari 90% seperti yang tertera pada etiket.
3. Penetapan pH Diuji dengan:
o Kertas indikator pH
kertas dicelupkan
ke dalam larutan dan hasil warna yang terbentuk dibandingkan terhadap warna standar.
o pH meter (FI IV, <1071>)
Harga pH adalah harga yang diberikan oleh alat potensiometrik (pH meter) yang
sesuai, yang
telah dibakukan terhadap Baku larutan dapar, yang mampu
mengukur harga pH sampai 0,02 unit pH. Pelarut
untuk Larutan dapar harus sama dengan pelarut sediaan.
BAB
III
PREFORMULASI
R/ Pilokarpin HCl 3
%
Benzalkonii kloridum 0,01%
Dinatrii edetas 0,02%
NaCl 24 mg
Aquadst ad 10 ml
Dosis : 2 kalih sehari 1-2 tetes
3.1 Monografi
1. Pilocarpini
hydrochloridum
v pilokarpin monohidroklorida, C11H16N2O2.HCl.
v BM 244.72.
v Pemerian: hablur tidak berwarna, agak transparan, tidak berbau; rasa agak pahit;
higroskopis
dan
dipengaruhi oleh cahaya, bereaksi asam terhadap kertas lakmus.
v Jarak lebur: antara 199 ° dan 205 °
v Kelarutan: sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam
etanol; sukar larut dalam kloroform; tidak larut dalam eter. Larut 1
dalam 0,3 air; 1 dalam alkohol; dan 1 dalam 360 kloroform.
v Wadah dan penyimpanan: dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya.
v pH larutan 5 % dalam air antara 3,5 dan 4,5. (Martindale, p. 1396).
v pH larutan tetes mata 3,5 – 5,5. (TPC, p. 1005).
v
Stabilitas: mengalami
hidrolisis
yang
dikatalisis
oleh
ion hidrogen dan hidroksida, terjadi epimerisasi pada pH basa.
Peningkatan temperatur akan meningkatkan kecepatan hidrolisis bila pH larutan 10,4. pH stabilitas
maksimum 5,12.
v Inkompatibilitas: inkompatibel dengan klorheksidin asetat
dan
garam fenilmerkuri, juga dengan alkali, iodin, garam perak dan klorida merkuri.
v Dosis: 1-4%
v Ekivalensi NaCl untuk Pilokarpin
HCl 2 % = 0,23 dan ∆Tf-nya = 0,26 °
2. Benzalkonium klorida (Handbook of Pharmaceutical Excipients,
page 27)
v BM: 360
v Fungsi:
pengawet antimikroba,
antiseptik, desinfektan, bahan pensolubilisasi, bahan pembasah.
v Benzalkonium klorida adalah senyawa amonium kuarterner yang digunakan dalam formulasi farmasetikal sebagai antimikroba yang dalam aplikasinya sama dengan surfaktan kation
lain, seperti cetrimide. Dalam sediaan
obat mata, benzalkonium klorida adalah pengawet yang
sering digunakan, pada konsentrasi 0,01 % - 0,02 % b/v. Sering digunakan dalam kombinasi dengan pengawet atau eksipien lain, terutama
0,1 % b/v dinatrium edetat, untuk meningkatkan aktivitas mikroba melawan Pseudomonas.
v Pemerian:
serbuk amorf putih
atau
putih
kekuningan,
gel
kental, atau serpihan bergelatin. Higroskopis,
bersabun
dan mempunyai bau aromatik lembut, rasa sangat pahit.
v Kelarutan: hampir tidak larut dalam eter, sangat larut dalam aseton, etanol
(95 %), metanol, propanol dan air.
Larutan benzalkonium klorida encer berbusa jika dikocok,
mempunyai tegangan permukaan rendah dan mempunyai sifat detergen dan pengemulsi.
v Stabilitas:
higroskopis, bisa dipengaruhi
oleh cahaya, udara dan logam.
v Larutannya stabil pada rentang pH dan
temperatur
yang lebar dan
bisa disterilisasi dengan autoklaf.
v Inkompatibilitas: inkompatibel dengan aluminium, surfaktan anionik,
sitrat, katun, hidrogen peroksida,
hidroksipropil metilcelulosa.
v pH 5-8
3. Dinatrium-EDTA.
v C10H14N2Na2O8,
v BM : 336,21
v Pemerian: serbuk krital putih, tidak berbau dengan sedikit rasa asam.
v Keasaman/ kebasaan: pH = 4.3 – 4.7 untuk 1 % b/v larutan
dalam air bebas karbon dioksida.
v Penuruan titik beku: 0,14 °C (1 % b/v larutan berair).
v Titik leleh: dekomposisi pada 252 °C untuk dihidrat.
v Kelarutan: hampir tidak larut dalam kloroform dan eter; sedikit larut dalam etanol (95 %); larut 1 dalam 11 air.
v
Viskositas: 1,03 mm 3/s (1cSt) untuk 1 % b/v larutan berair.
v Dalam formulasi farmasetikal
dinatrium EDTA digunakan sebagai bahan pengkelat terutama pada konsentrasi antara 0,005 – 0,1 % b/v.
4.
NaCl
v
Sinonim:
Natrium chloridum
v
Berat
molekul: 58,44
v
Pemerian:
hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk hablur putih, rasa asin.
v
Kelarutan:
mudah larut dalam air, sedikit lebih mudah larut dalam air mendidih, larut
dalam gliserin, sukar larut dalam etanol.
v
Wadah:
dalam wadah tertutup.
5. Aqua destilata
(FI III, hal 86)
v
Pemerian: cairan jernih, tidak berbau, tidak berasa.
v Wadah: dalam wadah tertutup baik
3.2
Alasan pemilihan bahan
1. Pilocarpini
hydrochloridum
Pemilihan dosis
Pilokarpin sebesar 3%
karena konsentrasi tersebut masih masuk dalam rentang dosis yang tertera pada
literatur (1 – 4%). Pada suatu
percobaan diketahui bahwah pilocarpini HCl pada dosis dalam salah satu rentang tersebut dapat menimbulkan
efek miosis pada hewan uji (mencit).
Pilokarpin bekerja langsung terhadap organ-organ ujung dengan kerja utama
yang mirip muskarin dari asetilkolin ( ACh ). Sehingga pupil mata
dapat diransang dengan cepat oleh pilokarpin. Dipilih bentuk garamnya karena kelarutan dalam air jauh lebih baik daripada bentuk basa bebasnya, sediaan obat tetes mata yang ingin dibuat adalah larutan.
2.
Benzalkonium klorida
Pemilihan
pengawet benzalkonium klorida karena sediaan yang akan dibuat multipe dose sehingga besar kemungkinan terjadi kontaminasi mikroba saat OTM dibuka. Terlebih beczalkonium klorida efektif dalam dosis rendah (dalam OTM = 0,01 –
0,02 %), sangat aktif terhadap Pseudomonas aeruginosa, reaksi antimikrobanya cepat dan
stabilitas tinggi
pada rentang pH lebar; tetapi masih kompatibel dengan zat aktif dan eksipien lain.
Dari
suatu percobaan diketahui bahwa benzalkonium klorida pada
konsentrasi 0,01% menstabilkan larutan
pilokarpin hidroklorida yang tidak didapar terhadap hidrolisis, dibandingkan dengan larutan yang didapar. (Stabilitas Kimiawi Sediaan Farmasi, hal. 565).
Selain
itu Benzalkonium klorida tidak OTT terhadap zat aktif (pilokarpin HCl) dan
bahan pembantu lainnya.
3.
Dinatrium-EDTA
Dipilih dinatrium EDTA
untuk
mengikat
logam berat yang berfungsi sebagai katalis oksidasi dan
meningkatkan aktivitas benzalkonium klorida karena benzalkonium klorida dapat dipengaruhi oleh logam. Konsentrasi yang digunakan adalah 0,02 %. (TPC, p.165). selain itu dinatrii edetat dapat
memperlama durasi zat aktif kontak dengan mata.
4.
NaCl
NaCl dipilih sebagai bahan pengisotonis, karena NaCl tidak OTT terhadap
zat lainnya. Dan NaCl merupakan zat yang aman digunakan untuk sediaan tetes
mata. NaCl juga dapat meningkatkan kenyamanan penggunaannya
Tonisitas sediaan = 0,9%
NaCl, sudah termasuk di dalam batas toleransi normal
mata yaitu 0,7 – 1,5% (TPC, p. 163), maka
iritasi
mata dan konsekuensi
hipotonis atau lisis sel-sel jaringan mata tidak terjadi. Tetapi bisa juga ditambahkan NaCl sebagai pengisotonis.
5.
Aqua destilata
Pemilihan Aqua destilata sebagai pelarut karena cairan yang tidak
memberikan efek berbahaya pada mata seperti iritasi, perih dll. Sebab Aqua
destilata bersifat netral dan sangat yaman digunkan di mata, Terlebih tidak OTT
pada zat aktif dan zat tambahan.
3.3 Alasan Mengunakan Rumus Titik Beku
Kenapa harus
mengunakan rumus penurunan titik beku, untuk menghitung isotonis suatu larutan?
Ini dikarenakan rumus penurunan titik beku dapat mempengaruhi tekanan osmosenya
baik kecil maupun besar. Turunannya titik beku kecil, akan menyebabkan tekanan
osmoses lebih rendah dari serum darah sedangkan turunan titik beku besar, membuat
tekanan osmoses lebih tinggi dari sarum darah.
Turunnya titik beku kecil menyebabkan air akan melintasi membran
sel darah merah yang semipermeabel memperbesar volume sel darah merah dan
menyebabkan peningkatan tekanan dalam sel. Tekanan yang lebih besar menyebabkan
pecahnya sel-sel darah merah. Sedangkan turunya titik beku besar menyebabkan
air keluar dari sel darah merah melitasi membran semipermiabel dan
mengakibatkan terjadinya penciutan sel-sel darah merah..
3.3.1
perhitungan penurunan titik beku
Rumus :
Diket : ΔTf 3 % P. Hidroklorida 0,38
Tanya :
w..?
Jawab :
w = ( 0,52-0,38) / 0,587
=
0,14/0,578 X 1% =0,24 %
= 0,24/100 x 10 = 0,024 g
24mg ( NaCl yang di butuhkan )
BAB V
METODOLOGI KERJA
1.1 Alat dan Bahan
Alat
|
Bahan
|
·
Kaca arloji : 3
·
Batang pengaduk : 1
·
Serbet dan tisu
·
Anak timbangan
·
Beker glass : 1
·
Pipet ukur
·
Labu ukur 25 ml : 2
·
Corong gelas : 1
·
Cawan penguap : 1
·
Autoklaf
·
Gelas ukur 10 ml & 25 ml : 1
·
Erlenmeyer
|
a.
Pilokarpin HCl
b.
Benzalkonni kloridum
c.
Dinatrii kloridum
d.
NaCl
e.
Aquadst
|
1.2 Sterilisasi
Sterilisasi
Alat
No.
|
Alat
|
Cara Sterilisasi
|
Suhu
|
Waktu
|
1.
|
Mortir
|
Diberi alokol
kemudian dipanaskan dengan api langsung
|
-
|
-
|
2.
|
Stamper
|
Diberi alokol
kemudian dipanaskan dengan api langsung
|
-
|
-
|
3.
|
Sendok
tanduk
|
Autoklaf
|
121˚C
|
15
menit
|
4.
|
Sendok
porselen
|
Autoklaf
|
121˚C
|
15
menit
|
5.
|
Sudip
|
Autoklaf
|
121˚C
|
15
menit
|
6.
|
Pinset
|
Autoklaf
|
121˚C
|
15
menit
|
7.
|
Cawan
penguap
|
Oven
|
100-200˚C
|
1-2
jam
|
8.
|
Batang pengaduk
|
Autoklaf
|
121˚C
|
15
menit
|
9.
|
Gelas ukur
|
Autoklaf
|
121˚C
|
15
menit
|
10.
|
Pipet tetes
|
Autoklaf
|
121˚C
|
15
menit
|
11.
|
Labu ukur
|
Autoklaf
|
121˚C
|
15
menit
|
12.
|
Erlenmeyer *
|
Autoklaf
|
121˚C
|
15
menit
|
13.
|
Beaker gelas
|
Autoklaf
|
121˚C
|
15
menit
|
14.
|
Kertas saring
|
Autoklaf
|
121˚C
|
15
menit
|
Catatan : * pembukus mengunakan alumunium foil
Sumber : http://blogkesehatan.net/laporan-praktikum-sediaan
tetes-mata pilokarpin-hcl/
http://id.scribd.com/doc/95335408/laporan-sterilisasi-alat
5.2.3 Sterilisasi sediaan dengan autoklaf (115 – 116 °C)
selama 30 menit.
Sediaan larutan pilokarpin untuk mata dapat disterilisasi
menggunakan autoklaf. Larutan pilokarpin hidroklorida masih mempunyai aktivitas
97 % setelah pemanasan pada suhu 110 °C selama 30 menit dan aktivitasnya
dipertahankan selama penyimpanan 12 bulan setelah sterilisasi tersebut.
Percobaan yang sama menunjukkan bahwa stabilitas pilikarpin di bawah kondisi
tersebut identik dengan yang diperlakukan tanpa pemanasan. (Stabilitas Kimiawi
Sediaan Farmasi, hal 563 –564).
1.3 Perhitungan
bahan
1.
Pilokarpin hidroklorida 3 % 3% x 10ml = 0,3 g
2.
Benzalkonium klorida 0,01 % 1 mg
3.
Dinatrium EDTA 0,02% 2 mg
4.
NaCl 24 mg
5.
Aquadst ad
10 ml
5.3.1
Penimbangan
(pengenceran)
Disni akan dijelaskan
perhitungan penimbangan yanag akan dilakukan dalam pembuatan sediaan tetes
mata.
Disini akan dibuat 3
(tiga) tetes mata Pilokarpin HCl
1.
Pilokarpin hidroklorida : 3 x 0,3g = 0,9 g
2.
Benzalkonium klorida : 3 x 1mg = 3 mg
3.
Dinatrium EDTA : 3 x 2mg = 6
mg
4.
NaCl : 3 x 24mg = 72
mg
|
1.
Pilokarpin
hidroklorida
-
Ditambah 5%
5% X 0,9 = 0,045
-
Jadi 0,9 g + 0,045 = 0,945g à 945 mg
2.
Benzalkonium klorida
-
Penimbangan Benzalkonium klorida 3 mg
-
Ditambah 5%
5 % X 3 = 0,15
-
Jadi 3 mg + 0,15 = 3,15 mg
è Pengenceran Benzalkonium
klorida
Ditimbang 50 mg
Air
25 ml
-
Diambil ( 3,15 / 50 ) X 25 ml = 1.575 ml à untuk 3 sediaan
3.
Dinatrium EDTA
-
Penimbangan Dinatrium EDTA 6 mg
-
Ditambag 5%
5% X 6 = 0,3
-
Jadi 6 mg + 0,3 = 6,3 mg
è Pengenceran Dinatrium
EDTA
Ditimbang 50 mg
Air
25 ml
-
Diambil ( 6,3 / 50 ) X 25 ml = 3 ml
4.
NaCl
-
Penimbangan NaCl 24 mg
-
Ditambah 5%
5% X 72 = 3,6
-
Jadi 72 mg + 3,6 = 75,6 mg à untuk 3 sediaan
5.
Aquadst
-
Ditambah 5%
5% X 30 = 1,5
Jadi 30 ml + 1,5 = 31,5
ml
-
Aquadst yang dibutuhkan : 31,5 ml - ( 0,945 + 1.575
+ 3 ) = 25,98 ml
5.4 Cara Pembuatan
ü
Metode aseptis
1.
Siapkan alat dan bahan.
2.
Tara wadah sediaan tetes mata.
3.
Sterilisasi alat.
4.
Setarakan
timbangan.
5.
Ditimbang
semua bahan yang diperlukan.
Pilokarpin hidroklorida 945 mg dalam cawan penguap
Benzalkonium klorida 50 mg dalam kaca arloji
Dinatrium EDTA 50 mg dalam kaca arloji
NaCl 75,6 mg dalam kaca arloji
2. Na2-EDTA diencerkan dalam labu takar 25 ml
dengan air pro injeksi.
3. Benzalkonium klorida diencerkan dalam labu
takar 25 ml dengan air pro
injeksi.
4. Pilokarpin HCl dan NaCl dilarutkan dalam beker
glass 10 ml dengan air pro injeksi.
5. Larutan Na2-EDTA diambil sebanyak 3 ml dengan
pipet dan dimasukan ke larutan Pilokarpin HCl.
6. Larutan benzalkonium klorida diambil sebanyak 1.575
ml dengan pipet dan dimasukan pada nomor 6.
7. Disaring dan ditampung dalam Erlenmeyer 100 ml
yang telah ditara 31 ml. Saringan dibilas dengan air pro injeksi sampai volume
genap 31 ml.
8. Erlenmeyer ditutup dengan kapas bebas lemak
dan alumunium foil (atau kertas roti), diikat dengan tali kasur.
9. Erlenmeyer yang berisi larutan disterilisasi
dengan autoklaf selama 30 menit.
10. Diisikan ke dalam
kemasan botol plastik, masing-masing 10 ml.
11. Botol ditutup dan dikemas.
BAB VI
EVALUASI DAN HASIL AKHIR
Untuk menjamin mutu dan keamanan diperlukan suatu prosedur/penggujian
yang dapat mewakili kedua persyaratan ini. Beberapa uji yang bisa digunakan
diantaranya adalah :
6.1.1 Kejernihan larutan
Pengujian kejernian larutan
tetes mata pilokarpin didapatkan hasil yang cukup memuaskan dengan tehnik
visual. Yaitu pengujian kejernian dengan melihat secara kasat mata.
Setelah semua bahan
pembentuk sedian tetes mata selesai dicampur kemudian dilihat pada erlenmeyer.
Jika terdapat endapan atau partikel yang tidak larut perlu dilakukan filtrat
dengan mengunakan kertas saring. Terlebih dahulu kertas saring dibasahi setelah
itu siapkan corong dan wadah penampung.
Gambar Uji kejernian
6.1.2 Penetapan
PH
Kertas indikator pH dicelupkan ke dalam larutan dan hasil warna yang terbentuk dibandingkan terhadap warna standar. Hasil uji yang telah dilakukan didapatkan
data bahwa PH larutan sebesar 7.
Gambar uji PH
BAB VII
PEMBAHASAN
6.1
Pembahasan
Dalam pratikum
formulasi sedian steril pembuatan sedian tetes pada
tanggal 30 oktober 2012, didapatkan
sedian yang cukup baik. Parameter untuk menentukan sediaan tetes mata yang baik atau tidak dapat digunakan beberapa
cara yang cukup mudah untuk dilakukan dan hasilnya bisa dipertangung jawabkan. Parameter-parameter
ini diantaranya adalah : penetapan PH, kerjenihan larutan, dan volemu perpindahan. Dari beberapa parameter ini sudah cukup
bisa untuk mengambarkan suatu sedian tetes mata yang baik. Ini dikarenakan pada setiap pengujian yang telah dilakukan
mempuyai tujuan dan, fungsi yang jelas.
Seperti halnya
pengujian kejernian larutan tetes mata yang mempunyai tujuan dan fungsi untuk
menjamin kualitas dan keamanan. Sebab dengan kejernian bisa dilihat gambaran
umum sedian tetes mata berupa homogenitas, kesetabilan dan keamanan. Jika dalam
sedian terdapat partikel yang tidak homogen/mengendap akan sangat mempenggaruhi
kualitas. Bayangkan jika yang mengendap itu adalah zat aktif, pada saat
digunakan tertingal dalam wadah. Apakah bisa memberikan efek terapi maksimal?
Jawabanya tentu saja tidak. Untuk partikel yang melayang-layang disediaan sudah
bisa dipastikan akan memberikan rasa tidak yaman pada pasien. Sedangkan
hubungan kejernian dengan keamanan pada sensifitas mata khusnya kornea. Supaya
didapatkan sediaan tetes mata yang memenuhi uji kejernian maka perlu
diperhatikan sifat sifat fisikanya yaitu kelarutan baik bahan tambahan dan zat
aktif.
Untuk penetapan pH sesuai hasil uji evaluasi didapatkan nilai sebesar 7
sehingga masih dapat ditolerensi oleh tubuh. Sebab rentan yang masih bisa dapat diterima adalah pH
5,5-11,4. Hasil ini sesuai dengan perkiraan, walaupun tidak digunakan pendapar
karena menurut percobaan bisa di atasi dengan benzalkonium klorida. Benzalkonium klorida pada konsentrasi 0,01% menstabilkan larutan
pilokarpin hidroklorida yang tidak didapar terhadap hidrolisis, dibandingkan dengan larutan yang didapar. (Stabilitas Kimiawi Sediaan Farmasi, hal. 565). Oleh karena itu pH yang didapat
tidak melenceng jauh dari harga yang telah ditentukan.
Pada pratikum kalih ini disini tidak dilakukan evaluasi volemu perpindahan dengan
alasan sedian yang dibuat sedikit (sehingga kurang memenuhi syarat pengujian)
tetapi bisa diwakili oleh kalibrasi wadah. Paling tidak saat pengisian pada
wadah, kita bisa mendapatkan kepastian bahwa volemu obat tetes mata sesuai apa
yang ada dietiket. Karena volume perpindahan mempuyai tujuan untuk menjaga efek
terapi yang akan diberikan oleh sediaan tetes mata. Tidak menjadi masalah kalau
volume dalam wadah tidak sama asal masih dalam batas toleransi, yang jadi
masalah jika suda melebihi. Analogikanya jika volume tidak sesuai etiket maka
akan terjadi dua kemungkinan yaitu over dosis atau under dos. Semua evalusi
yang ada diatas adalah tagung jawab kita terhadap profesi dan kepada
pasien/masyarakat, untuk memberikan yang
terbaik
6.2 Kesimpulan
Dari
hasil pratikum formulasi tehnologi sediaan steril kalih ini didapatkan hasil obat tetes mata yang
baik. Walau pada saat proses pembuatan tidak sedikit hambatan yang ada mulai
dari keterbatasan alat dan penggondisian ruangan stril. Tetapi ini semua bisa
diatasi dengan tehnik/cara-cara yang memungkinkan untuk menutup semua kelemahan
pada proses pembuatan. Harus diingat semua cara dalam
pembuatan sediaan tetes mata diusahakan semaksimal mungkin untuk memenuhi syarat berupa adanya landasan ilmiah
yang kuat. Landasan ilmiah diunakan untuk meminimalisir kesalahan yang berakibat
fatal bagi sediaan dan supaya dapat tercapainya tujuan pembuatan sediaan steril
obat tetes mata yang diinginkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar