Rabu, 05 Juni 2013

OTM Pilokarpin HCl (bagian2)



2.8 Anatomi mata
2.5.1 Bola mata
Umumnya mata dilukisakan sebagai bola, tetapi sebetulnya lonjong dan bukan bulta seperti bola. Bola mata mempunyai garis menengah kira-kira 21/2 sentimeter, baian depanya bening, serta dari tiga lapisan:
a.       lapisan luar, firbus, yang merupakan lapisan penyangga.
b.      Lapisan tengah,yang merupakan lapisan penyangga.
c.       Lapisan dalam, lapisan saraf.
Ada enam otot penggerak mata, empat dari enam antarnya lurus, sementara dua lainya agak serong. Otot-otot itu terletak sebelah dalam orbital, dan bergerak dari dinding tulang orbital untuk dikaitkan pada pembungkus sklerotik mata sebelah belakang kornea. Otot-otot lurus terdiri dari otot rektus mata superior, inferior, medial, dan lateral. Otot-otot ini menggerakan mata ke atas, ke bawah, kedalam dan ke sisi luar bergantian.
Otot-otot oblik adalah otot inferior dan superior. Otot oblik superior menggerakan mata ke bawah dan juga ke sisi luar. Mata bergerak serentak, dalam arti kedua mata bergerak bersamaan ke kanan atau ke kiri, ke atas atau ke bawah, dan seterusnya. Serabut-serabut saraf yang melayani otot-otot ini adalah nervis motores okuli, yaitu saraf kranial ketiga keempat dan keenam.
Retina adalah laipsan sarafi pada mata, yang terdiri dari sejumlah lapisan serabu, yaitu sel-sel saraf, batang-batang dan kerucut. Semuanya termasuk dalam kontruksi retina, yang merupakan jaringansaraf halus yang menghantarkan implus saraf dari luar menuju diskus optik, yang merupakan titik dimana saraf optik meninggalkan biji mata. Titik ini disebut bintik buta, oleh karena tidak mempuyai retina. Bagian yang paling peka pada retina adalah makula, yang terletak tepat external terhadap diskus optik. Persis berhadapan dengan pusat pupil.
Jika kita teliti biji mata mulai bagian dari depan hingga ke belakang, maka akan terlihat bagian-bagian berikut:
Kornea, yang merupakan bagian depan yang transparan dan bersambung dengan sklera yang putih dan tidak tembus cahaya. Kornea terdiri atas beberapa lapisan. Lapisan tepi adalah epitelium berlapis yang bersambung dengan konjunktiva.
Bilik anterior (kamera okuli anterior), yang terletak antara kornea dan iris.
Iris  adalah tirai berwarna di depan lensa yang bersambung dengan selaput khoroid. Iris berisi dua kelompok serabut otot tak sadar atau otot polos-kelompok yang satu mengecilkan ukuran ukuranpupil, sementara kelompok yang lain melebarkan ukuran pupil itu.
Pupil, bintik tengah yang berwarna hitam, yang merupakn celah dalam iris, melalui mana cahay masuk guna mencapai retina.
Bilik posterior (kamera okuli posterior) terletak diantara iris dan lensa. Baik bilik anterior, maupun bilik posterior diisi dengan aqueus humor.

2.5.2 Bagian-bagian mata
Alis. Alis adalah dua potong kulit tebal melengkung yang ditumbuhi bulu. Alis dikaitkan pada otot – otot sebelah bawahnya, serta berfungsi melindungi mata dari sinar matahari yang kelewat terik.
Kelopak mata. Kelopak mata merupakan dua lempengan, yaitu lempeng tarsal yang terdiri dari jaringan fibrus yang sangat padat, serta dilapisi kulit dan dibatasi konjuktiva. Jaringan di bawah kulit ini tidak mengandung lemak. Kelopak mata atas lebih besar daripada kelopak mata bawah, serta digerakkan ke atas oleh otot levator palpebrae. Kelopak – kelopak itu ditutup oleh otot – otot melingkar, yaitu muskulus orbikularis okuli. Bulu mata dikaitkan pada pinggiran kelopak mata, serta melindungi mata dari debu dan cahaya.
Fungsi refraksi mata. Sebagaimana telah diuraikan di atas, berkas – berkas cahaya yang jatuh di atas mata akan menimbulkan bayangan yang telah difokuskan pada retina. Bayangan itu menembus dan diubah oleh kornea, lensa, badan – badan aqueus dan viterus. Kendati demikian, lensa merupakan alat utama yang membiaskan cahaya, lantas memfokuskan bayangannya pada retina. Pada mata normal, berkas – berkas ini bersatu untuk menangkap sebuah titik pada  retina, sebagaimana dilukiskan pada gambar 230, dan pada titik itulah bayangan difokuskan.
Secara Klinik kelainan refraksi adalah akibat kerusakan pada akomodasi visuil, entah itu sebagai akibat perubahan biji mata, maupun kelainan pada lensa. Pada Hipermetropia atau rabun jauh, ukuran mata, atau lebarnya mata dari belakang sampai ke depan adalah pendek atau kecil, sehingga lensa memfokuskan bayangan di belakang retina, sementara pada miopin atau rabun dekat, ukuran biji mata dari belakang ke depan melebihi ukuran yang normal, sehingga lensa memfokuskan bayangan di depan retina.
2.6 Farmakologi Pilokarpin
Alkaloida ini terdapat pada daun tanaman Amerika, Pilocarpus jaborandi. Khasiatnya terutama berkhasiat muskarin, efek nikotinnya ringan sekali. SSP permulaan distimulasi, kemudian ditekan aktivitasnya. Penggunaan utamanya adalah sebagai miotikum pada glaucoma. Efek miotisnya ( dalam tetes mata ) dimulai sesudah 10-30 menit dan bertahan 4-8 jam. Toleransi dapat terjadi setelah digunakan untuk waktu lama yang dapat ditanggulangi dengan jalan menggunakan kolinergika lainnya untuk beberapa waktu, misalnya karbachol atau neostigmin. Dosis pilokarpin pada glaukoma 2 sampai 4 kali sehari 1 sampai 2 tetes larutan 1-2 % ( klorida, nitrat ). Pilokarpin bekerja langsung terhadap organ-organ ujung dengan kerja utama yang mirip muskarin dari asetilkolin ( ACh ). Semuanya adalah zat-zat ammonium kwartener yang bersifat hidrofil dan sukar memasuki system saraf pusat ( Tan Hoan Tjay, 2002).
2.7 Istilah-istilah
1. Osmosis
Osmosis adalah proses perpindahan pelarut dari larutan yang memiliki konsentrasi rendah atau pelarut murni melalui membran semipermeabel menuju larutan yang memiliki konsentrasi lebih tinggi hingga tercapai kesetimbangan laju pelarut. Pada proses osmosis, molekul-molekul pelarut bermigrasi dari larutan encer ke larutan yang lebih pekat hingga dicapai keadaan kesetimbangan laju perpindahan pelarut di antara kedua medium itu.


2.   Isotonis
Jika suatu larutan kosentrasinya sama besar dengan kosentrasi dalam sel darah merah, sehingga tidak akan terjadi pertukaran cairan di antara keduanya, maka larutan dikatakan isotonis 9ekuivalen dengan larutan 0,095 NaCl)
3.  Isoosmotik
Jika suatu larutan memiliki tekanan osmose sama dengan tekanan osmose serum darah, maka larutan dikatakan ioosmotik (0,95 naCl, 154 mmol Na + dan 154 mmol cl-per liter 308 mmol per liter, tek osmoses 6,860. Pengukuran mengunakan alat osmoter dengan kadar mol zat per liter larutan.
1.      Hipotonis
Turunan titik beku kecil, yaitu tekanan osmosenya lebih rendah dari serum, sehingga menyebabkan air akan melintasi membran sel darah merah yang semipermeabel memperbesar volume sel darah merah dan menyebabkan peningkatan tekanan dalam sel. Tekanan yang lebih besar menyebabkan pecahnya sel-sel darah merah. Pristiwa demikian disebut Hemolisa.
2.      Hipertonis
Turunya titik beku besar, yaitu tekanan osmosenya lebih tinggi dari serum darah, sehingga menyebabkan air keluar dari sel darah merah melitasi membran semipermiabel dan mengakibatkan terjadinya penciutan sel-sel darah merah. Peristiwa demikian disebut Plasmosila.

2.8 Cara Pembuatan
Cara pembuatan bila tidak dinyatakan lain dilakukan dengan salahsatu cara seperti berikut :
a. Cara 1
Obat dilarutkan ke dalam cairan pembawa yang mengandung salahsatu zat pengawet yang cocok dan larutan dijernihkan dengan penyaringan. Kemudian dimasukkan ke dalam wadah dan ditutup kemudian disterilkan dengan uap air pada suhu 115 OC sampai 116 OC selama 30 menit dalam autoklaf.
b. Cara 2
Obat dilarutkan ke dalam cairan pembawa berair yang mengandung zat pengawet yang cocok dan disterilkan dengan cara C, yaitu disterilkan dengan penyaringan melalui penyaring bakteri steril, lalu dimasukkan ke dalam wadah akhir yang streil dan ditimbang secara aseptik.
d.    Cara 3
Obat dilarutkan ke dalam cairan pembawa berair yang mengandung zat pengawet yang cocok, lalu disaring dan dimasukkan ke dalam wadah tertutup rapat dan disterilkan dengan cara B, yaitu disterilkan dengan pemanasan dengan bakterisida. Untuk wadah yang lebih dari 30 ml, sterilisasi diperpanjang, hingga seluruh isi tiap wadah mencapai suhu 98OC sampai 100OC.
Penyimpanan obat tetes mata dilakukan dalam wadah kaca atau plastik tertutup kedap, volume 10 ml dan dilengkapi dengan penetes. Sediaan tetes mata harus diberi etiket yang tertera “ Tidak boleh digunakan lebih dari 1 bulan setelah tutup dibuka “ ( Anief, 2000 ).
2.9 Evauasi Sedian

1.   Kejernihan Larutan (FI IV, <881>)
Lakukan penetapan menggunakan tabung reaksi alas datar diameter 15 mm hingga 25 mm, tidak berwarna, transparan, dan terbuat dari kaca netral.
Prosedur kerja:
1. Masukkan ke dalam 2 tabung reaksi, masing-masing larutan zat uji dan suspensi padanan yang sesuai secukupnya, yang dibuat segar sehingga volume larutan dalam tabung reaksi terisi setinggi tepat 40 mm.
2. Bandingkan kedua isi tabung setelah 5 menit pembuatan  Suspensi  padanan, dengan latar belakang hitam.
3.  Pengamatan dilakukan di bawah cahaya yang terdifusi, tegak  lurus ke arah bawah tabung. Difusi cahaya harus sedemikian   rupa sehingga Suspensi padanan I dapat langsung dibedakan dari air dan dari suspensi padanan II.
Pembuatan Baku Opalesen:
1. Larutkan 1 g hidrazina sulfat P dalam air secukupnya hingga 100 ml, biarkan selama 4 jam hingga 6 jam.
2. Pada 25 ml larutan ini tambahkan larutan 2,5 g heksamina P dalam 25 ml air. Campur  dan biarkan  selama  24 jam. Suspensi  ini stabil selama 2 bulan jika disimpan dalam wadah kaca yang bebas dari cacat permukaan. Suspensi tidak boleh   menempel   pada   kaca  dan  harus dicampur dengan baik sebelum digunakan.
Untuk membuat Baku opalesen, encerkan 15 ml suspensi dengan air hingga 1000 ml. Suspensi harus digunakan dalam waktu 24 jam setelah pembuatan.

Pembuatan Suspensi padanan:
Suspensi padanan I – IV dibuat dengan cara seperti yang tertera pada Tabel. Masing-masing suspensi harus tercampur baik dan dikocok sebelum digunakan.

Suspensi padanan
                                                       I          II        III       IV     
Baku opalesen (ml)                         5           10        30        50
Air (ml)                                 95        90        70        50

Pernyataan kejernihan dan derajat opalesen

Suatu cairan dinyatakan jernih jika kejernihannya sama  dengan air atau pelarut yang digunakan bila diamati di bawah kondisi seperti tersebut di atas atau jika opalesensinya tidak lebih nyata dari Suspensi padanan I.
Persyaratan untuk derajat opalesensi dinyatakan dalam Suspensi padanan I, Suspensi padanan II, dan Suspensi padanan III.

2.   Volume Terpindahkan (FI IV, <1261>)
Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30 wadah, dan selanjutnya ikuti prosedur berikut untuk bentuk sediaan tersebut. Kocok isi dari 10 wadah satu persatu.
Prosedur:
Tuang  isi  perlahan-lahan  dari  tiap  wadah  ke  dalam  gelas  ukur  kering terpisah dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali volume yang diukur dan telah dikalibrasi, secara hati-hati untuk menghindarkan  pembentukkan gelembung  udaa pada waktu penuangan  dan diamkan selama tidak lebih dari 30
menit.

Jika telah bebas dari gelembung  udara, ukur volume dari tiap campuran: volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100%, dan tidak satupun volume wadah yang kurang dari 95 % dari volume yang dinyatakan pada etiket. Jika A adalah volume rata-rata kurang dari 100% dari yang tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satu wadahpun volumenya kurang dari 95% dari volume yang tertera pada etiket, atau B tidak lebih dari satu wadah volume kurang dari 95%, tetapi tidak  kurang dari 90% dari volume yang tertera pada etiket, lakukan  pengujian  terdadap 20 wadah tambahan. Volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100% dari volume yang tertera pada etiket, dan tidak lebih dari satu dari 30 wadah volume kurang dari 95%, tetapi tidak kurang dari 90% seperti yang tertera pada etiket.

3.   Penetapan pH Diuji dengan:
o     Kertas indikator pH
kertas dicelupkan ke dalam larutan dan hasil warna yang terbentuk dibandingkan terhadap warna standar.
o     pH meter (FI IV, <1071>)
Harga pH adalah harga yang diberikan oleh alat potensiometrik (pH meter) yang sesuai, yang telah dibakukan terhadap Baku larutan dapar, yang mampu  mengukur  harga pH sampai 0,02 unit pH. Pelarut  untuk Larutan dapar harus sama dengan pelarut sediaan.


BAB III
PREFORMULASI

R/             Pilokarpin HCl                        3 %
                        Benzalkonii kloridum              0,01%
Dinatrii edetas                         0,02%
                        NaCl                                        24 mg
                        Aquadst                      ad        10 ml
Dosis : 2 kalih sehari 1-2 tetes
3.1 Monografi
1. Pilocarpini hydrochloridum
v  pilokarpin monohidroklorida, C11H16N2O2.HCl.
v BM 244.72.
v Pemerian: hablur tidak berwarna, agak transparan, tidak berbau; rasa agak pahit;  higroskopis  dan  dipengaruhi  oleh  cahaya,  bereaksi  asam  terhadap kertas lakmus.
v  Jarak lebur: antara 199 ° dan 205 °
v  Kelarutan: sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam etanol; sukar larut dalam kloroform; tidak larut dalam eter. Larut 1 dalam 0,3 air; 1 dalam alkohol; dan 1 dalam 360 kloroform.
v  Wadah dan penyimpanan: dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya.
v  pH larutan 5 % dalam air antara 3,5 dan 4,5. (Martindale, p. 1396).
v  pH larutan tetes mata 3,5 5,5. (TPC, p. 1005).
v  Stabilitas:  mengalami  hidrolisis  yang  dikatalisis  oleh  ion  hidrogen  dan hidroksida, terjadi epimerisasi pada pH basa. Peningkatan temperatur akan meningkatkan kecepatan hidrolisis bila pH larutan 10,4. pH stabilitas maksimum 5,12.
v  Inkompatibilitas:   inkompatibel   dengan   klorheksidin   asetat   dan   garam fenilmerkuri, juga dengan alkali, iodin, garam perak dan klorida merkuri.
v  Dosis: 1-4%
v  Ekivalensi NaCl untuk Pilokarpin HCl 2 % = 0,23 dan ∆Tf-nya = 0,26 °

2. Benzalkonium klorida (Handbook of Pharmaceutical Excipients, page 27)
v  BM: 360
v  Fungsi:  pengawet  antimikroba, antiseptik, desinfektan, bahan pensolubilisasi, bahan pembasah.
v  Benzalkonium klorida adalah senyawa amonium kuarterner yang digunakan dalam formulasi farmasetikal sebagai antimikroba yang dalam aplikasinya sama dengan surfaktan kation lain, seperti cetrimide. Dalam sediaan obat mata, benzalkonium klorida adalah pengawet yang sering digunakan, pada konsentrasi 0,01 % - 0,02 % b/v. Sering digunakan dalam kombinasi dengan pengawet  atau eksipien  lain, terutama  0,1 % b/v dinatrium  edetat, untuk meningkatkan aktivitas mikroba melawan Pseudomonas.
v  Pemerian:  serbuk  amorf  putih  atau  putih  kekuningan,  gel  kental,  atau serpihan  bergelatin.  Higroskopis,  bersabun  dan mempunyai  bau aromatik lembut, rasa sangat pahit.
v  Kelarutan: hampir tidak larut dalam eter, sangat larut dalam aseton, etanol (95 %), metanol, propanol dan air. Larutan benzalkonium klorida encer berbusa jika dikocok, mempunyai tegangan permukaan   rendah   dan mempunyai sifat detergen dan pengemulsi.
v  Stabilitas:  higroskopis, bisa dipengaruhi oleh cahaya, udara dan logam.
v  Larutannya stabil pada  rentang pH dan  temperatur yang lebar dan  bisa disterilisasi dengan autoklaf.
v  Inkompatibilitas: inkompatibel dengan aluminium, surfaktan anionik, sitrat, katun, hidrogen peroksida, hidroksipropil metilcelulosa.
v  pH 5-8

3. Dinatrium-EDTA.
v  C10H14N2Na2O8,
v  BM : 336,21
v  Pemerian: serbuk krital putih, tidak berbau dengan sedikit rasa asam.
v  Keasaman/ kebasaan: pH = 4.3 4.7 untuk 1 % b/v larutan dalam air bebas karbon dioksida.
v  Penuruan titik beku: 0,14 °C (1 % b/v larutan berair).
v  Titik leleh: dekomposisi pada 252 °C untuk dihidrat.
v  Kelarutan: hampir tidak larut dalam kloroform dan eter; sedikit larut dalam etanol (95 %); larut 1 dalam 11 air.
v  Viskositas: 1,03 mm 3/s (1cSt) untuk 1 % b/v larutan berair.
v  Dalam formulasi  farmasetikal  dinatrium  EDTA  digunakan  sebagai  bahan pengkelat terutama pada konsentrasi antara 0,005 0,1 % b/v.

4.      NaCl
v  Sinonim: Natrium chloridum
v  Berat molekul: 58,44
v  Pemerian: hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk hablur putih, rasa asin.
v  Kelarutan: mudah larut dalam air, sedikit lebih mudah larut dalam air mendidih, larut dalam gliserin, sukar larut dalam etanol.
v  Wadah: dalam wadah tertutup.

5.      Aqua destilata (FI III, hal 86)
v  Pemerian: cairan jernih, tidak berbau, tidak berasa.
v  Wadah: dalam wadah tertutup baik

3.2 Alasan pemilihan bahan
1.      Pilocarpini hydrochloridum
Pemilihan dosis Pilokarpin sebesar 3% karena konsentrasi tersebut masih masuk dalam rentang dosis yang tertera pada literatur (1 – 4%). Pada suatu percobaan diketahui bahwah pilocarpini HCl pada dosis dalam salah satu rentang tersebut dapat menimbulkan efek miosis pada hewan uji (mencit).
Pilokarpin bekerja langsung terhadap organ-organ ujung dengan kerja utama yang mirip muskarin dari asetilkolin ( ACh ). Sehingga pupil mata dapat diransang dengan cepat oleh pilokarpin. Dipilih bentuk garamnya karena kelarutan dalam air jauh lebih baik daripada bentuk basa bebasnya, sediaan obat tetes mata yang ingin dibuat adalah larutan.
2.      Benzalkonium klorida
Pemilihan pengawet benzalkonium klorida karena sediaan yang akan dibuat multipe dose sehingga besar kemungkinan terjadi kontaminasi mikroba saat OTM dibuka. Terlebih beczalkonium klorida efektif dalam dosis rendah (dalam OTM = 0,01 – 0,02 %), sangat aktif terhadap Pseudomonas aeruginosa, reaksi antimikrobanya cepat dan  stabilitas tinggi pada rentang pH lebar; tetapi masih kompatibel dengan zat aktif dan eksipien lain.
Dari suatu percobaan diketahui bahwa benzalkonium klorida pada konsentrasi 0,01% menstabilkan larutan pilokarpin hidroklorida yang tidak didapar terhadap hidrolisis, dibandingkan dengan larutan yang didapar. (Stabilitas Kimiawi Sediaan Farmasi, hal. 565).
Selain itu Benzalkonium klorida tidak OTT terhadap zat aktif (pilokarpin HCl) dan bahan pembantu lainnya.
3.      Dinatrium-EDTA
Dipilih  dinatrium  EDTA  untuk  mengikat  logam  berat  yang  berfungsi sebagai katalis oksidasi dan meningkatkan aktivitas  benzalkonium klorida karena benzalkonium klorida dapat dipengaruhi oleh logam. Konsentrasi yang digunakan adalah 0,02 %. (TPC, p.165). selain itu dinatrii edetat dapat memperlama durasi zat aktif kontak dengan mata.
4.      NaCl
NaCl dipilih sebagai bahan pengisotonis, karena NaCl tidak OTT terhadap zat lainnya. Dan NaCl merupakan zat yang aman digunakan untuk sediaan tetes mata. NaCl juga dapat meningkatkan kenyamanan penggunaannya
Tonisitas sediaan = 0,9% NaCl, sudah termasuk di dalam batas toleransi normal mata yaitu 0,7 – 1,5% (TPC, p. 163), maka  iritasi  mata dan konsekuensi hipotonis atau lisis sel-sel jaringan mata tidak terjadi. Tetapi bisa juga ditambahkan NaCl sebagai pengisotonis.
5.      Aqua destilata
Pemilihan Aqua destilata sebagai pelarut karena cairan yang tidak memberikan efek berbahaya pada mata seperti iritasi, perih dll. Sebab Aqua destilata bersifat netral dan sangat yaman digunkan di mata, Terlebih tidak OTT pada zat aktif dan zat tambahan.

3.3 Alasan Mengunakan Rumus Titik Beku
Kenapa harus mengunakan rumus penurunan titik beku, untuk menghitung isotonis suatu larutan? Ini dikarenakan rumus penurunan titik beku dapat mempengaruhi tekanan osmosenya baik kecil maupun besar. Turunannya titik beku kecil, akan menyebabkan tekanan osmoses lebih rendah dari serum darah sedangkan turunan titik beku besar, membuat tekanan osmoses lebih tinggi dari sarum darah.
Turunnya titik beku kecil menyebabkan air akan melintasi membran sel darah merah yang semipermeabel memperbesar volume sel darah merah dan menyebabkan peningkatan tekanan dalam sel. Tekanan yang lebih besar menyebabkan pecahnya sel-sel darah merah. Sedangkan turunya titik beku besar menyebabkan air keluar dari sel darah merah melitasi membran semipermiabel dan mengakibatkan terjadinya penciutan sel-sel darah merah..
3.3.1 perhitungan penurunan titik beku
Rumus :
Diket  :  ΔTf 3 % P. Hidroklorida 0,38
Tanya : w..?
Jawab : w = ( 0,52-0,38) / 0,587
                = 0,14/0,578 X 1% =0,24 %
                       = 0,24/100 x 10 = 0,024 g                24mg ( NaCl yang di butuhkan )

BAB V
METODOLOGI KERJA

1.1  Alat dan Bahan


Alat
Bahan
·        Kaca arloji : 3
·        Batang pengaduk : 1
·        Serbet dan tisu
·        Anak timbangan
·        Beker glass : 1
·        Pipet ukur
·        Labu ukur 25 ml : 2
·        Corong gelas : 1
·        Cawan penguap : 1
·        Autoklaf
·        Gelas ukur 10 ml & 25 ml : 1
·        Erlenmeyer
a.       Pilokarpin HCl
b.      Benzalkonni kloridum
c.       Dinatrii kloridum
d.      NaCl
e.       Aquadst


1.2  Sterilisasi
Sterilisasi Alat
No.
Alat
Cara Sterilisasi
Suhu
Waktu
1.
Mortir
Diberi alokol kemudian dipanaskan dengan api langsung
-
-
2.
Stamper
Diberi alokol kemudian dipanaskan dengan api langsung
-
-
3.
Sendok tanduk
Autoklaf
121˚C
15 menit
4.
Sendok porselen
Autoklaf
121˚C
15 menit
5.
Sudip
Autoklaf
121˚C
15 menit
6.
Pinset
Autoklaf
121˚C
15 menit
7.
Cawan penguap
Oven
100-200˚C
1-2 jam
8.
Batang pengaduk
Autoklaf
121˚C
15 menit
9.
Gelas ukur
Autoklaf
121˚C
15 menit
10.
Pipet tetes
Autoklaf
121˚C
15 menit
11.
Labu ukur
Autoklaf
121˚C
15 menit
12.
Erlenmeyer *
Autoklaf
121˚C
15 menit
13.
Beaker gelas
Autoklaf
121˚C
15 menit
14.
Kertas saring
Autoklaf
121˚C
15 menit
Catatan : * pembukus mengunakan alumunium foil

Sumber : http://blogkesehatan.net/laporan-praktikum-sediaan
                tetes-mata pilokarpin-hcl/
    http://id.scribd.com/doc/95335408/laporan-sterilisasi-alat
                http://id.scribd.com/doc/24620541/Sterilisasi

5.2.3 Sterilisasi sediaan dengan autoklaf (115 – 116 °C) selama 30 menit.
Sediaan larutan pilokarpin untuk mata dapat disterilisasi menggunakan autoklaf. Larutan pilokarpin hidroklorida masih mempunyai aktivitas 97 % setelah pemanasan pada suhu 110 °C selama 30 menit dan aktivitasnya dipertahankan selama penyimpanan 12 bulan setelah sterilisasi tersebut. Percobaan yang sama menunjukkan bahwa stabilitas pilikarpin di bawah kondisi tersebut identik dengan yang diperlakukan tanpa pemanasan. (Stabilitas Kimiawi Sediaan Farmasi, hal 563 –564).

1.3  Perhitungan bahan
1.      Pilokarpin hidroklorida 3 %                3% x 10ml = 0,3 g
2.      Benzalkonium klorida 0,01 %             1 mg
3.      Dinatrium EDTA 0,02%                     2 mg
4.      NaCl                                                    24 mg
5.      Aquadst   ad 10 ml
5.3.1        Penimbangan (pengenceran)
Disni akan dijelaskan perhitungan penimbangan yanag akan dilakukan dalam pembuatan sediaan tetes mata.
Disini akan dibuat 3 (tiga) tetes mata Pilokarpin HCl
1.      Pilokarpin hidroklorida   : 3 x 0,3g     = 0,9 g
2.      Benzalkonium klorida     : 3 x 1mg  = 3 mg
3.      Dinatrium EDTA            : 3 x 2mg   = 6 mg
4.      NaCl                                : 3 x 24mg = 72 mg
1.      Pilokarpin hidroklorida
-  Ditambah 5%
5% X 0,9 = 0,045
-  Jadi 0,9 g + 0,045 = 0,945g à945 mg
2.      Benzalkonium klorida
-  Penimbangan Benzalkonium klorida 3 mg
-  Ditambah 5%
5 % X 3 = 0,15
-  Jadi 3 mg + 0,15 = 3,15 mg
è Pengenceran Benzalkonium klorida
Ditimbang 50 mg
Air             25 ml
-  Diambil ( 3,15 / 50 ) X 25 ml = 1.575 ml à untuk 3 sediaan

3.      Dinatrium EDTA
-  Penimbangan Dinatrium EDTA 6 mg
-  Ditambag 5%
5% X 6 = 0,3
-  Jadi 6 mg + 0,3 = 6,3 mg
è Pengenceran Dinatrium EDTA
Ditimbang 50 mg
Air             25 ml
-  Diambil ( 6,3 / 50 ) X 25 ml = 3 ml
4.      NaCl
-  Penimbangan NaCl 24 mg
-  Ditambah 5%
5% X 72 = 3,6
-  Jadi 72 mg + 3,6 = 75,6 mg à untuk 3 sediaan
5.      Aquadst
-  Ditambah 5%
5% X 30 = 1,5
Jadi 30 ml + 1,5 = 31,5 ml
-  Aquadst yang dibutuhkan : 31,5 ml - ( 0,945 + 1.575 + 3 ) = 25,98 ml

5.4 Cara Pembuatan
ü  Metode aseptis
1.      Siapkan alat dan bahan.
2.      Tara wadah sediaan tetes mata.
3.      Sterilisasi alat.
4.      Setarakan timbangan.
5.       Ditimbang semua bahan yang diperlukan.
                            Pilokarpin hidroklorida 945 mg            dalam cawan penguap
                            Benzalkonium klorida 50 mg               dalam kaca arloji
                            Dinatrium EDTA 50 mg                       dalam kaca arloji
                            NaCl 75,6 mg                                       dalam kaca arloji
2.  Na2-EDTA diencerkan dalam labu takar 25 ml dengan air pro injeksi.
3.  Benzalkonium klorida diencerkan dalam labu takar 25 ml dengan air pro
     injeksi. 
4.  Pilokarpin HCl dan NaCl dilarutkan dalam beker glass 10 ml dengan air pro injeksi.
5.  Larutan Na2-EDTA diambil sebanyak 3 ml dengan pipet dan dimasukan ke larutan Pilokarpin HCl.
6.  Larutan benzalkonium klorida diambil sebanyak 1.575 ml dengan pipet dan dimasukan pada nomor 6.
7.  Disaring dan ditampung dalam Erlenmeyer 100 ml yang telah ditara 31 ml. Saringan dibilas dengan air pro injeksi sampai volume genap 31 ml.
8.  Erlenmeyer ditutup dengan kapas bebas lemak dan alumunium foil (atau kertas roti), diikat dengan tali kasur.
9.   Erlenmeyer yang berisi larutan disterilisasi dengan autoklaf selama 30 menit.
10. Diisikan ke dalam kemasan botol plastik, masing-masing 10 ml. 
11. Botol ditutup dan dikemas.

 

BAB VI
EVALUASI DAN HASIL AKHIR

6.1 Evaluasi
Untuk menjamin mutu dan keamanan diperlukan suatu prosedur/penggujian yang dapat mewakili kedua persyaratan ini. Beberapa uji yang bisa digunakan diantaranya adalah :
6.1.1 Kejernihan larutan
Pengujian kejernian larutan tetes mata pilokarpin didapatkan hasil yang cukup memuaskan dengan tehnik visual. Yaitu pengujian kejernian dengan melihat secara kasat mata.
Setelah semua bahan pembentuk sedian tetes mata selesai dicampur kemudian dilihat pada erlenmeyer. Jika terdapat endapan atau partikel yang tidak larut perlu dilakukan filtrat dengan mengunakan kertas saring. Terlebih dahulu kertas saring dibasahi setelah itu siapkan corong dan wadah penampung.
 
Gambar Uji kejernian

6.1.2 Penetapan PH
Kertas indikator pH dicelupkan ke dalam larutan dan hasil warna yang terbentuk dibandingkan terhadap warna standar. Hasil uji yang telah dilakukan didapatkan data bahwa PH larutan sebesar 7.
 
Gambar uji PH



BAB VII
PEMBAHASAN

6.1 Pembahasan
Dalam pratikum formulasi sedian steril pembuatan sedian tetes  pada tanggal 30 oktober 2012, didapatkan sedian yang cukup baik. Parameter untuk menentukan sediaan tetes mata yang baik atau tidak dapat digunakan beberapa cara yang cukup mudah untuk dilakukan dan hasilnya bisa dipertangung jawabkan. Parameter-parameter ini diantaranya adalah : penetapan PH, kerjenihan larutan, dan volemu perpindahan. Dari beberapa parameter ini sudah cukup bisa untuk mengambarkan suatu sedian tetes mata yang baik. Ini dikarenakan pada setiap pengujian yang telah dilakukan mempuyai tujuan dan, fungsi yang jelas.
Seperti halnya pengujian kejernian larutan tetes mata yang mempunyai tujuan dan fungsi untuk menjamin kualitas dan keamanan. Sebab dengan kejernian bisa dilihat gambaran umum sedian tetes mata berupa homogenitas, kesetabilan dan keamanan. Jika dalam sedian terdapat partikel yang tidak homogen/mengendap akan sangat mempenggaruhi kualitas. Bayangkan jika yang mengendap itu adalah zat aktif, pada saat digunakan tertingal dalam wadah. Apakah bisa memberikan efek terapi maksimal? Jawabanya tentu saja tidak. Untuk partikel yang melayang-layang disediaan sudah bisa dipastikan akan memberikan rasa tidak yaman pada pasien. Sedangkan hubungan kejernian dengan keamanan pada sensifitas mata khusnya kornea. Supaya didapatkan sediaan tetes mata yang memenuhi uji kejernian maka perlu diperhatikan sifat sifat fisikanya yaitu kelarutan baik bahan tambahan dan zat aktif.
Untuk penetapan pH sesuai hasil uji evaluasi didapatkan nilai sebesar 7 sehingga masih dapat ditolerensi oleh tubuh. Sebab rentan  yang masih bisa dapat diterima adalah pH 5,5-11,4. Hasil ini sesuai dengan perkiraan, walaupun tidak digunakan pendapar karena menurut percobaan bisa di atasi dengan benzalkonium klorida. Benzalkonium klorida pada konsentrasi 0,01% menstabilkan larutan pilokarpin hidroklorida yang tidak didapar terhadap hidrolisis, dibandingkan dengan larutan yang didapar. (Stabilitas Kimiawi Sediaan Farmasi, hal. 565). Oleh karena itu pH yang didapat tidak melenceng jauh dari harga yang telah ditentukan.
Pada pratikum kalih ini disini tidak dilakukan evaluasi volemu perpindahan dengan alasan sedian yang dibuat sedikit (sehingga kurang memenuhi syarat pengujian) tetapi bisa diwakili oleh kalibrasi wadah. Paling tidak saat pengisian pada wadah, kita bisa mendapatkan kepastian bahwa volemu obat tetes mata sesuai apa yang ada dietiket. Karena volume perpindahan mempuyai tujuan untuk menjaga efek terapi yang akan diberikan oleh sediaan tetes mata. Tidak menjadi masalah kalau volume dalam wadah tidak sama asal masih dalam batas toleransi, yang jadi masalah jika suda melebihi. Analogikanya jika volume tidak sesuai etiket maka akan terjadi dua kemungkinan yaitu over dosis atau under dos. Semua evalusi yang ada diatas adalah tagung jawab kita terhadap profesi dan kepada pasien/masyarakat, untuk  memberikan yang terbaik

6.2 Kesimpulan
Dari hasil pratikum formulasi tehnologi sediaan steril  kalih ini didapatkan hasil obat tetes mata yang baik. Walau pada saat proses pembuatan tidak sedikit hambatan yang ada mulai dari keterbatasan alat dan penggondisian ruangan stril. Tetapi ini semua bisa diatasi dengan tehnik/cara-cara yang memungkinkan untuk menutup semua kelemahan pada proses pembuatan. Harus diingat semua cara dalam pembuatan sediaan tetes mata diusahakan semaksimal mungkin untuk memenuhi syarat berupa adanya landasan ilmiah yang kuat. Landasan ilmiah diunakan untuk meminimalisir kesalahan yang berakibat fatal bagi sediaan dan supaya dapat tercapainya tujuan pembuatan sediaan steril obat tetes mata yang diinginkan.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar